Minggu, 25 Desember 2016

Rawa Pening dan Kegemarannya "Meminta Nyawa"

Terletak di sebuah kota di Jawa Tengah yang terkenal dengan bangunan Lawang Sewu, danau yang bernama Rawa Pening ini menawarkan tidak hanya keindahan alam tetapi juga cerita misterius yang menyelubunginya. Rawa Pening sendiri adalah danau yang memiliki luas lebih dari 2500 hektar yang membentang dari kecamatan Ambarawa, Bawen Tuntang dan Banyubiru. Nama pening sendiri bukan berarti “sakit kepala” tapi kata ini dalam Bahasa Jawa memiliki arti yang sama dengan bening (jernih).

Rawa Pening via http://3.bp.blogspot.com

KEGEMARANNYA "MEMINTA NYAWA"
Rawa Pening yang merupakan tempat destinasi favorit bagi mereka yang gemar memancing terkenal dengan kegemarannya untuk “meminta nyawa”.  Terbilang puluhan nyawa telah termakan oleh “penunggu” Rawa Pening karena kasus perahu yang terbalik dan menyebabkan mereka yang di atasnya tewas tenggelam.
Kisah aneh pernah diceritakan oleh seorang pemuda yang sempat menghilang selama tiga hari. Tuturnya, sore saat ia menghilang ia sempat ditawari seseorang untuk naik mobil bak terbuka yang tiba-tiba saja muncul di sekitaran Rawa Pening. Berpikir daripada lelah berjalan kaki, pemuda tersebut pun setuju. Anehnya, saat ia telah naik ke atas mobil, mobil tersebut bukannya melewati jalan yang menuju ke rumahnya tetapi ia menuju sebuah tempat yang ia belum pernah kunjungi sebelumnya. Pemuda tersebut pun bertutur bahwa ia dibawa ke sebuah rumah dan bertemu dengan “majikan” supir bak terbuka tersebut yang kemudian oleh pemuda tersebut percayai sebagai Ki Baru Kelinting.
Kisah misterius lainya terja pada April 2015. Pada hari itu, sebuah kecelakaan perahu terbalik terjadi di Rawa Pening. Perahu yang berisi tiga orang itu terbalik secara tiba-tiba ketika berada di tengah Rawa Pening. Dua orang selamat sedangkan seorang diantaranya dinyatakan hilang sampai beberapa hari kemudian mayatnya ditemukan mengapung di Rawa Pening. Warga sekitaran Rawa Pening percaya bahwa pemuda tersebut telah diangkat sebagai anak oleh Ki Baru Kelinting.
Lantas, siapakah sebenarnya Ki Baru Kelinting? Dan apakah hubungannya dengan Rawa Pening?

LEGENDA RAWA PENING
Layaknya banyak tempat-tempat di Jawa, Rawa Pening pun tak luput dari legenda yang melatarbelakangi kemunculannya. Menurut legenda, dipercaya bahwa Rawa Pening tidak muncul begitu saja. Kemunculannya berkaitan erat dengan Baru Kelinting.
Baru Kelinting sendiri adalah sesosok ular yang dilahirkan dari seorang wanita di desa Ngasem yang bernama Endang Sawitri. Dipercaya bahwa Baru Kelinting adalah hasil cinta Endang Sawitri dengan seorang raja. Sayangnya, Endang Sawitri tidak tinggal bersama sang raja karena raja tak mau seisi istana tahu bahwa salah satu selirnya melahirkan ular. Dan saat beranjak dewasa, Baru Kelinting pun menayakan siapa sebenarnya ayahnya.
Patung Baru Kelinting via http://2.bp.blogspot.com
Merasa bahwa sudah waktunya bagi Baru Kelinting untuk mengetahui ayahnya, Endang Sawitri pun memerintahkannya untuk menemui sesosok pertapa tua di gua yang terletak di lereng Gunung Telomaya dan menanyakan siapakah ayahnya. Dan pergilah Baru Kelinting sesuai titah ibundanya.
Sesampainya di gua, Baru Kelinting pun bertemu dengan seorang pertapa yang bernama Ki Hajar Salokantara. Setelah mendengar Baru Kelinting memperkenal diri dan menyebutkan nama ibunya, Ki Hajar Salokantara pun merasa bahwa sosok ular tersebut adalah anaknya. Tapi untuk meyakinkan dirinya, ia pun menyuruh Baru Kelinting untuk melingkari dan bertapa di Gunung Kelengkreng dan Baru Kelinting pun menyanggupinya dan sejarah ajaib sosok ular tersebut membesar dengan sendirinya. Setelahnya, Ki Hajar Salokantara pun yakin bahwa sosok ular besar tersebut adalah anaknya.
Suatu hari, penduduk Desa Malwapati mengadakan acara Syukur Bumi dan mereka berbondong-bondong memasuki hutan di lereng Gunung Kelengkreng untuk mencari hewan buruan. Nahas, sampai sore hari mereka tidak menemukan apa-apa, sampai pada ahirnya seorang diantara mereka menyadari akan adanya tubuh ular besar di sepanjang hutan. Daripada tidak ada yang dipanggang, warga pun berinisiatif untuk memotong beberapa daging ular yang sangat besar tersebut dan pulang setelah merasa cukup. Anehnya, meskipun dipotong dengan parang, ular tersebut tetap bergeming. Terang saja, ular itu adalah Baru Kelinting yang sedang bertapa.
Malam harinya, Baru Kelinting terjaga dari pertapaannya dan ketika ia membuka mata ia telah berubah menjadi sesosok anak lelaki belia. Anehnya, Baru Kelinting merasa kelaparan dan ia juga menemukan beberapa goresan luka di kakinya. Saat merasa kelaparan, Baru Kelinting mencium aroma daging panggang dari desa tak jauh dari hutan. Desa itu adalah Desa Malwapati yang sedang mengadakan pesta besar.
Baru kelinting pun mendatangi desa tersebut untuk meminta makanan. Sayangnya penduduk desa yang melihat Baru Kelinting langsung mengusirnya karena Baru Kelinting yang mengeluarkan aroma amis dan juga karena  kakinya yang penuh luka. Baru kelinting pun berjalan menjauh dari kerumunan pesta sampai ahirnya ia menemukan sebuah rumah di pinggir desa yang dihuni oleh janda tua bernama Nyi Lebah. Oleh Nyi Lebahlah, Baru Kelinting diperlakukan dengan layak dan ia membantu membersihkan luka di kaki Baru Kelinting.
Keesokan harinya, Baru Kelintingpun berniat untuk pergi ke kerumunan pesta karena ia tahu pesta belum usai. Sayangnya, perlakuan yang sama ia dapatkan seperti malam sebelumnya. Meskipun kakinya sudah tidak penuh dengan darah, tapi Baru kelinting tetap mengeluarkan aroma amis sehingga warga merasa jijik. Dengan amarah yang membuncah di dadanya, ia pun pergi ke rumah Nyi Lebah untuk mengatakan bahwa Nyi Lebah harus bersembunyi di balik lesung besar di rumahnya. Walau merasa kebingungan, Nyi Lebah tetap melakukan apa yang Baru Kelinting perintahkan.
Setelah meyakinkan dirinya bahwa Nyi Lebah telah sembunyi di bawah lesung, Baru kelinting pun kembali ke kerumunan pesta dengan sebatang lidi di tangannya. Ia pun berjalan di tengah kerumunan dan menancapkan lidi di tanah. Dengan lantang ia menantang warga untuk mencabutnya.
Warga yang melihat tingkah Baru Kelinting pun tertawa terbahak-bahak menganggap Baru Kelinting gila. Seorang warga dengan terkekeh mendekati batang lidi yang tertancap untuk mencabut, tapi anehnya ia tak mampu melakukannya walau sudah berusaha dengan sekuat tenaga. Satu persatu warga pun mencoba, dan berahir dengan kegagalan. Baru Kelinting pun kemudian berteriak lantang dan mencabut lidi tersebut dan dengan satu kali tarikan ia berhasil melakukannya. Setelahnya ia dengan ajaib menghilang dari pandangan.
Warga yang masuk terperangah dengan apa yang baru mereka saksikan, tidak menyadari bahwa bekas cabutan lidi tersebut mengeluarkan air. Mereka baru sadar setelah air tersebut mengalir semakin besar dan deras. Warga yang panik berusaha menyelamatkan diri. Tetapi sayang, mereka semua tewas tenggelam bersama dengan rumah-rumah mereka. Kecuali Nyi Lebah yang secara ajaib selamat dari bencana tersebut karena bersembunyi di bawah lesung. Dan genangan air tersebut kini dikenal sebagai Rawa Pening, dan dipercaya bahwa Baru Kelinting tetap menjaga Rawa Pening dan sesekali menampakan sosoknya sebagai ular kepada warga sekitar.
Show comments
Hide comments

5 komentar: